Masyarakat kita sesungguh sangat paradoksal. Di satu sisi mereka sangat mengagungkan teknologi namun di sisi lain mereka juga masih menggantungkan hidup mereka pada benda-benda yg diyakini memiliki kekuatan tertentu lepas darimana ‘kekuatan’ itu bersumber. Tentu saja ini menjadi lucu krn manusia mesti tunduk dan menghamba kepada benda-benda mati yg tdk bisa melindungi diri sendiri. Mereka justru melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala Pencipta segala yg mereka sembah itu.
Keterbatasan Akal
Selama ini akal sering dijadikan alat utk mengotak-atik syariat. Bila sesuai dgn akal berarti ma’qul dan harus diterima. Sementara bila tdk sesuai dgn akal disebut ghairu ma’qul dan tdk diterima. Akal seakan-akan telah menjadi sumber kebenaran dan parameter utama dlm mengukur baik buruk suatu permasalahan. Sementara dalil justru hanya menjadi syawahid dan mutaba’at terhadap hukum akal. Sehingga gelar orang pintar lbh banyak disandang oleh orang2 yg mampu menghukumi dalil dgn hukum akal yg berani mempertentangkan dalil-dalil dgn akal bahkan termasuk dlm barisan ini adl orang2 yg berani melakukan sesuatu yg bertentangan dgn dalil naqli dan di luar hukum akal. Mampukah akal menyingkap rahasia-rahasia syariat dan hikmah-hikmahnya? Dan mampukah akal berdiri sendiri menentukan jalan keselamatan tanpa bimbingan syariat?

Hakikat Akal
Akal adl makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yg merupakan bagian kecil dari anggota tubuh manusia. Tentu sebagai makhluk tdk ada yg sempurna. Karena tdk sempurna itulah berarti memiliki keterbatasan dan tdk sanggup menentukan maslahat hidup yg sempurna di dunia dan akhirat. Kesempurnaan hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan semua akan berakhir kepada-Nya. Karena akal terbatas mk ia harus tunduk di hadapan syariat dan tdk diperkenankan menghakimi syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Konsep yg benar dlm pandangan agama adl “akal yg sehat dan lurus tdk akan bertentangan dgn dalil-dalil yg shahih.” Bila terjadi pertentangan berarti hukum akal lah yg harus dihakimi dan dipertanyakan. Bukan malah dalil-dalil shahih yg harus dihakimi dgn ditakwil makna diselewengkan atau diragukan keshahihannya. Lebih-lebih jika dalil-dalil yg shahih itu kemudian ditolak dan dilempar di belakang punggung-punggung mereka tanpa sedikitpun rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah sesungguh konsep pemuja akal di mana jika akal bertentangan dgn dalil yg shahih mk harus mendahulukan akal.
Dengan konsep batil yg merupakan ramuan iblis-iblis pemikir ahli kalam ini muncullah sekte-sekte pemuja dan penuhan akal aliran-aliran yg berakhlak dgn akhlak iblis la’natullah ‘alaih. Sungguh para ulama telah mengecam keras pemikiran semacam ini krn menyesatkan umat dan menjauhkan mereka dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu berkata:

لَوْ كاَن الدِّيْنُ بِالرَّأْيِ لَكاَن أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ، وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلىَ ظاَهِرِ خُفَّيْهِ
“Kalau sekira agama itu dari akal niscaya bagian bawah khuf1 lbh pantas utk diusap daripada bagian atasnya. Dan sungguh aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap punggung khufnya.”
Dari Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata tatkala beliau mencium Hajar Aswad: “Aku mengetahui bahwa engkau adl batu yg tdk bisa memberikan mudharat atau manfaat. Dan jika aku tdk melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu niscaya aku tdk akan menciummu.”
Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu: “Hati-hati kalian dari pemuja akal krn mereka adl musuh-musuh As Sunnah. Amat berat bagi mereka utk menghafal hadits sehingga mereka berkata dgn apa yg dihasilkan oleh akal mereka tersesat dan menyesatkan.”
Adz-Dzahabi rahimahullah berkata: “Apabila kamu melihat ahli kalam dan ahli bid’ah berkata: ‘Singkirkan dari kami Al Qur`an dan hadits-hadits ahad serta bawa kemari akal’ mk ketahuilah dia adl Abu Jahal.”

Hakikat Jimat
Dalam sebuah hadits yg diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan tentang jimat dan hukumnya. Kata Ibnu Mas’ud: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّماَئِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguh jampi-jampi jimat-jimat dan guna-guna adl syirik.”
Jimat adl permata yg dirangkai atau tulang belulang kemudian dikalungkan di leher-leher anak dgn tujuan menolak bala.
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menjelaskan: “Memang asal jimat itu adl permata yg dirangkai yg digantungkan pada leher anak agar terpelihara dari gangguan mata-mata jahat. Kemudian mereka perluas makna jimat tersebut sehingga mereka menamakan jimat pada segala bentuk perlindungan. Contoh: sebagian mereka menggantungkan sepatu kuda di pintu-pintu rumah atau di tempat yg nampak jelas menggantungkan sandal di bagian depan mobil atau bagian belakang atau marjan yg berwarna biru di bagian depan kaca mobil bagian dlm dekat sopir dgn tujuan utk menolak bala.”

Kaidah dlm Menjadikan Sesuatu sebagai Asbab
Kata asbab terkadang dijadikan alasan utk melakukan kesyirikan dan penggugat balik terhadap tiap orang yg mengingkari kesyirikan. Para pemakai jimat dan pengagung kuburan tempat-tempat keramat pohon-pohon yg antik dan aneh terkadang beralasan membolehkan semua itu dgn hanya meyakini sebagai sebab. Benarkah itu?
a. Cara Mengetahui bahwa Sesuatu adl Sebab
Mengetahui sesuatu itu sebab atau bukan sebab adl bagian dari dien. Dan akan membahayakan seseorang bila tdk mengetahuinya. Telah disebutkan oleh para ulama bahwa mengetahui sesuatu itu sebab atau bukan dgn dua cara:
Pertama: Melalui penetapan syariat bahwa sesuatu itu sebagai sebab. Seperti Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tentang salah satu fungsi madu:

فِيْهِ شِفاَءٌ لِلنَّاسِ
“Di dlm ada obat bagi manusia.”
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan pula tentang faidah membaca Al Qur`an:

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ ماَ هُوَ شِفآءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan Kami turunkan dari Al Quran sesuatu yg menjadi penawar dan rahmat bagi orang2 yg beriman.”
Kedua: Melalui cara yg secara alami memiliki manfaat. Contoh kita mencoba sesuatu di mana setelah itu ternyata benda tersebut bermanfaat bagi penyakit yg diderita namun dgn syarat pengaruh jelas dan terjadi secara langsung.
Sikap yg benar dlm menetapkan sesuatu itu sebab baik secara syariat atau alami adl apa yg dikatakan oleh Al-Imam As-Sa’di rahimahullah di dlm Al-Qaulul As-Sadid hal. 36: “Wajib atas tiap hamba mengetahui tiga perkara dlm permasalahan sebab:
Pertama: Dia tdk menjadikan sesuatu itu sebab kecuali bila telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai sebab baik secara syar’i atau alami.
Kedua: Dia tdk menyandarkan diri kepada sebab itu akan tetapi dia bersandar kepada yg menciptakan sebab itu yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bersamaan dgn itu dia berusaha melaksanakan sebab-sebab yg disyariatkan dan segala yg bermanfaat.
Ketiga: Hendaklah dia mengetahui bahwa bagaimanapun besar dan kuat sebab itu tetap terikat dgn ketentuan dan keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tdk bisa terlepas darinya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berbuat segala apa yg dikehendaki-Nya.

b. Melaksanakan Sebab yg Disyariatkan tdk Melemahkan Keyakinan Seseorang kepada Allah
Melaksanakan sebab yg telah disyariatkan termasuk bagian syariat. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “ menggugurkan sebab bukanlah termasuk ketauhidan. Bahkan melaksanakan sebab dan meletakkan sebab itu pada tempat yg telah diletakkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala termasuk dari wujud kemurnian aqidah. Dan ucapan “harus meninggalkan sebab” adl tauhid Qadariyah Jabriyah pengikut Jahm bin Shafwan dlm masalah jabr.”
Dan meyakini sesuatu sebagai sebab padahal sesungguh hal itu bukan sebab termasuk syirik kecil . Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan “Melihat kepada sebab ada dua bentuk:
Pertama: Syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Kedua: Termasuk ubudiyah dan tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Termasuk kesyirikan menyandarkan diri kepada sebab dan tenteram dengan meyakini bahwa sebab itu sebagai satu-satu yg bisa mewujudkan segala keinginan dan berpaling dari yg menciptakan sebab itu yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah berkata: Manusia dlm permasalahan sebab terbagi menjadi dua berada di ujung dan satu di tengah:
Pertama: segolongan orang mengingkari sebab-sebab mereka adl golongan yg menafikan hikmah-hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti golongan Jabariyah dan Qadariyah.
Kedua: segolongan orang melampaui batas dlm menetapkan sebab sehingga mereka menjadikan sesuatu yg tdk disyariatkan sebagai sebab seperti yg dilakukan mayoritas ahli khurafat dari kalangan sufi dan selain mereka.
Ketiga: orang yg mengimani ada sebab dan segala pengaruh akan tetapi mereka tdk menetapkan sesuatu sebagai sebab kecuali bila telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya baik secara syar’i atau takdir .”

Apakah Jimat Merupakan Sebab-sebab yg Disyariatkan utk Menangkal Bala`?
Cara menetapkan sesuatu itu sebagai sebab telah dijelaskan di atas yaitu penetapan secara syariat atau secara alami. Mari kita meninjau dari kedua sisi ini.
a. Sisi Syariat
Mengatakan atau menghukumi bahwa jimat merupakan sebab utk menolak bala harus ada keterangan dari Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara yg kita dapati jimat telah divonis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu bentuk kesyirikan dlm riwayat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu di atas. Dari sini jelas bahwa jimat dlm pandangan syariat bukan sebagai sebab. Dan menjadikan sesuatu sebab yg tdk dijadikan oleh syariat sebagai sebab termasuk syirik kecil.
b. Sisi Alami
Untuk mengatakan secara alami bahwa jimat bisa sebagai sebab penolak bala harus memenuhi dua syarat sebagaimana telah disebut di atas yakni jelas pengaruh dan harus langsung. Sementara jimat itu belum jelas pengaruh dan secara tdk langsung. Ini sangat bertentangan dgn kaidah penetapan sesuatu itu sebagai asbab.
Dari kedua tinjauan ini mk sangat jelas sekali bahwa jimat bukan sebagai sebab syar’i ataupun alami utk menolak bala` atau segala malapetaka.

Bentuk-bentuk Jimat
Jimat kini tdk hanya ‘beredar’ di kalangan sufi dan dilakukan sembunyi-sembunyi namun telah dikomersialkan melalui iklan di berbagai media massa. Bagi orang yg ingin menjadi jawara mesti memiliki jimat kebal atau jimat kesaktian agar tahan bacok bahkan tahan peluru. Bentuk jimat ini bermacam-macam. Ada yg berbentuk mantra-mantra sabuk rajah-rajah atau kumpulan benda-benda khusus seperti tempurung kelapa tempurung kerang yg dicor yg kemudian diletakkan di dlm secarik kain dan sebagaianya.
Sebagian pedagang juga memiliki jimat khusus yg disebut dgn penglaris dgn maksud bisa melariskan dagangan atau agar tdk terkena niat orang2 yg dengki kepadanya. Sementara sebagian peternak juga memiliki jimat tersendiri yg digantung di pintu atau pojok-pojok kandang supaya tdk disentuh tangan-tangan jahat atau pencuri. Begitu juga sebagian rumah-rumah kaum muslimin tdk terlepas dari semua itu.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata di dlm fatwa-fatwa beliau tentang jimat : “Apabila jimat-jimat itu dari nama-nama jin tulang akar kayu besi-besi dari paku rajah-rajah atau yg seperti mk ini termasuk dari perbuatan syirik kecil dan terkadang menjadi syirik besar apabila yg menggantungkan jimat itu berkeyakinan bahwa jimat tersebut bisa menjaga atau menyingkap penyakit yg diderita atau menolak mudharat tanpa izin Allah dan kehendak-Nya.”

Hukum Menggantungkan Jimat
Sudah disebutkan di atas bahwa jimat termasuk dari kesyirikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hal ini sangat jelas keharamannya. Lalu bagaimana hukum memakainya? Jawaban butuh rincian.
Pertama: akan menyebabkan terjatuh kepada syirik akbar bila disertai keyakinan bahwa jimat itu sendiri yg memberikan pengaruh selain Allah Subhanahu wa Ta’ala yg bisa menolak mudharat dan mendatangkan manfaat serta membentengi tiap orang yg memakainya. Dan pelaku telah keluar dari Islam halal darah utk ditumpahkan dan harta utk dirampas mengekalkan diri di dlm an-naar bila dia mati dan belum bertaubat serta menghapus seluruh amalan yg dilakukan di dlm Islam.
Kedua: akan menyebabkan terjatuh dlm perbuatan syirik kecil bila dia meyakini bahwa jimat itu hanya sebagai sebab semata adapun yg mendatangkan manfaat dan menolak segala bentuk malapetaka yg menimpa adl Allah Subhanahu wa Ta’ala. Menjadikan sesuatu sebab yg tdk pernah dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai sebab adl syirik kecil.

Hukum bila Jimat itu dari Al Qur`an
Terkadang jimat berasal dari Al Qur`an atau tulisan ayat-ayat Al Qur`an atau nama-nama Allah. Apakah hukum sama dgn jenis-jenis jimat di atas?
Tentang hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama salaf:
a. Sebagian mengatakan boleh. Dan mereka memaknakan hadits yg menjelaskan keharaman jimat itu dgn makna jimat yg mengandung kesyirikan. Di antara ulama yg berpendapat demikian adl Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash dan diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha akan tetapi riwayat dari kedua shahabat ini lemah. Dan ini adl ucapan Abu Ja’far Al-Baqir Ahmad bin Hambal dlm satu riwayat.
b. Sebagian mengatakan diharamkan. Yang berpendapat demikian di antara Ibnu Mas’ud Ibnu ‘Abbas dan dzahir ucapan Hudzaifah ‘Uqbah bin ‘Amir dan Ibnu ‘Akim dan demikian juga ucapan sejumlah tabi’in di antara mereka murid-murid Ibnu Mas’ud dan Ahmad di dlm sebuah riwayat yg dipilih oleh mayoritas murid beliau dan yg diperkuat oleh ulama mutaakhirin . Mereka berdalil dgn keumuman hadits Ibnu Mas’ud: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguh jampi-jampi jimat-jimat dan guna-guna termasuk dari kesyirikan.”
Asy-Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah men-tarjih dari kedua pendapat ini beliau mengatakan: Yang benar pendapat ini adl pendapat yg mengatakan haram dgn beberapa alasan:
Pertama: Keumuman larangan dan tdk ada dalil-dalil yg mengkhususkan
Kedua: Menutup jalan-jalan yg akan mengantarkan kepada menggantungkan selain Al Qur‘an atau nama-nama Allah
Ketiga: Akan terjatuh pada penghinaan terhadap Al Qur`an dan nama-nama Allah tersebut krn akan dibawa ke tempat najis atau dipakai utk mencuri merampok dan berkelahi.
Dan pendapat kedua ini pula yg dikuatkan oleh ulama masa kini seperti Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dlm kitab Taisir Al-’Aziz Al-Hamid Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy-Syaikh dlm kitab Fathul Majid Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin dan Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahumullah.
Kesimpulan dari pembahasan ini bahwa segala bentuk jimat baik dari Al Qur`an ataupun bukan diharamkan krn keumuman larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh krn itu dinasehatkan kepada kaum muslimin agar segera meninggalkan dan hanya kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm meminta segala kemanfaatan dan minta dijauhkan dari segala malapetaka. Meminta perlindungan dan penjagaan kepada Allah semata itulah aqidah yg benar dan tdk ada setelah kebenaran itu melainkan kebatilan.
Wallahu a’lam.

0 reply:

Copyright 2012 Islam Agamaku
Islam Agamaku Free Premium Blogger™ template by Muhammad Akram