Adapun keterangan dari para sahabat Nabi SAW, dan Imam-imam kita serta para Ulama dalam masalah ini sangat banyak sekali, yang tidak mungkin kami turunkan satu persatu dalam risalah kecil ini, kecuali beberapa diantaranya.

  • Umar bin Khatab pernah mengatakan :
    Artinya :
    “Hanyasanya segala urusan itu dari sini”. Sambil Umar mengisyaratkan tangannya ke langit ” (Imam Dzahabi di kitabnya “Al-Uluw” hal : 103. mengatakan : Sanadnya seperti Matahari ).
  • Ibnu Mas’ud berkata :
    Artinya :
    “‘Arsy itu di atas air dan Allah ‘Azza wa Jalla di atas ‘Arsy, Ia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan”.
    Riwayat ini shahih dikeluarkan oleh Imam Thabrani di kitabnya “Al-Mu’jam Kabir” No. 8987. dan lain-lain Imam.
    Imam Dzahabi di kitabnya “Al-Uluw” hal : 103 berkata : sanadnya shahih,dan Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyetujuinya .
    Tentang ‘Arsy Allah di atas air ada firman Allah ‘Azza wa Jalla.
    “Dan adalah ‘Arsy-Nya itu di atas air”
  • Anas bin Malik menerangkan :
    Artinya :
    “Adalah Zainab memegahkan dirinya atas istri-istri Nabi SAW, ia berkata : “Yang mengawinkan kamu adalah keluarga kamu, tetapi yangmengawinkan aku adalah Allah Ta’ala dari ATAS TUJUH LANGIT”.
    Dalam satu lafadz Zainab binti Jahsyin mengatakan :
    “Sesungguhnya Allah telah menikahkan aku dari atas langit”. . Yakni perkawinan Nabi SAW dengan Zainab binti Jahsyin langsung Allah Ta’alayang menikahinya dari atas ‘Arsy-Nya.
    Firman Allah di dalam surat Al-Ahzab : 37
    “Kami kawinkan engkau dengannya “.
  • Imam Abu Hanifah berkata :
    Artinya :
    “Barangsiapa yang mengingkari sesungguhnya Allah berada di atas langit, maka sesungguhnya ia telah kafir”.
    Adapun terhadap orang yang tawaqquf dengan mengatakan “aku tidaktahu apakah Tuhanku di langit atau di bumi”. Berkata Imam Abu Hanifah : “Sesungguhnya dia telah ‘Kafir !”.
    Karena Allah telah berfirman : “Ar-Rahman di atas ‘Arsy Ia istiwaa”. Yakni : Abu Hanifah telah mengkafirkan orang yang mengingkari atau tidak tahubahwa Allah istiwaa diatas ‘Arsy-Nya.
  • Imam Malik bin Anas telah berkata :
    Artinya :
    “Allah berada di atas langit, sedangkan ilmunya di tiap-tiap tempat, tidak tersembunyi sesuatupun dari-Nya”.
  • Imam Asy-Syafi’iy telah berkata :
    Artinya :
    “Dan sesungguhnya Allah di atas ‘Arsy-Nya di atas langit-Nya”
  • Imam Ahmad bin Hambal pernah di tanya : “Allah di atas tujuh langit diatas ‘Arsy-Nya, sedangkan kekuasaan-Nya dan ilmu-Nya berada di tiap-tiap tempat.?Jawab Imam Ahmad :
    Artinya :
    “Benar ! Allah di atas ‘Arsy-Nya dan tidak sesuatupun yang tersembunyi dari pengetahuan-nya”.
  • Imam Ali bin Madini pernah ditanya : “Apa perkataan Ahlul Jannah ?”.
    Beliau menjawab :
    Artinya :
    “Mereka beriman dengan ru’yah , dan dengan kalam , dan sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla di atas langit di atas ‘Arsy-Nya Ia istiwaa”.
  • Imam Tirmidzi telah berkata :
    Artinya :
    “Telah berkata ahli ilmu : “Dan Ia di atas ‘Arsy sebagaimana Ia telah sifatkan diri-Nya”.
    .
  • Telah berkata Imam Ibnu Khuzaimah -Imamnya para imam- :
    Artinya :
    “Barangsiapa yang tidak menetapkan sesungguhnya Allah Ta’ala di atas‘Arsy-Nya Ia istiwaa di atas tujuh langit-Nya, maka ia telah kafir dengan Tuhannya…”.
    .
  • Telah berkata Syaikhul Islam Imam Abdul Qadir Jailani -diantara perkataannya- :
    “Tidak boleh mensifatkan-Nya bahwa Ia berada diatas tiap-tiap tempat, bahkan mengatakan : Sesungguhnya Ia di atas langit di atas ‘Arsy sebagaimana Ia telah berfirman :”Ar-Rahman di atas ‘Arsy Ia istiwaa . Dan patutlah memuthlakkan sifat istiwaa tanpa ta’wil sesungguhnya Ia istiwaa dengan Dzat-Nya di atas ‘Arsy. Dan keadaan-Nya di atas ‘Arsy telah tersebut pada tiap-tiap kitab yang. Ia turunkan kepada tiap-tiap Nabi yang Ia utus tanpa :”Bagaimana caranya Allah istiwaa di atas ‘Arsy-Nya ?” .
    Yakni : Kita wajib beriman bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala istiwaa diatas ‘Arsy-Nya yang menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala diatas sekalian mahluk-Nya. Tetapi wajib bagi kita meniadakan pertanyaan : “Bagaimana caranya Allah istiwaa di atas ‘Arsy-Nya ?”. Karena yangdemikian tidak dapat kita mengerti sebagaimana telah diterangkan oleh Imam Malik dan lain-lain Imam. Allah istiwaa sesuai dengan kebesaran-Nya tidak serupa dengan istiwaanya mahluk sebagaimana kita meniadakan pertanyaan : Bagaimana Dzatnya Allah ?.
    Demikianlah aqidah salaf, salah satunya ialah Imam Abdul Qadir Jailaniyang di Indonesia, di sembah-sembah dijadikan berhala oleh penyembah-penyembah qubur dan orang-orang bodoh. Kalau sekiranya Imam kita ini hidup pada zaman kita sekarang ini dan beliau melihat betapa banyaknyaorang-orang yang menyembah dengan meminta-minta kepada beliau dengan “tawasul”, tentu beliau akan mengingkari dengan sangat keras dan berlepas diri dari qaum musyrikin tersebut.
    Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’un !!.
    Kelima
    Kesimpulan
    Hadits Jariyah ini bersama hadits-hadits yang lain yang sangat banyak dan berpuluh-puluh ayat Al-Qur’an dengan tegas dan terang menyatakan : “Sesungguhnya Pencipta kita Allah ‘Azza wa Jalla di atas langit yakni diatas ‘Arsy-Nya, yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya”. Maha Suci Allah dari menyerupai mahluk-Nya.!.
    Dan Maha Suci Allah dari ta’wilnya kaum Jahmiyyah yang mengatakan Allah ada dimana-mana tempat !??.
    Dapatlah kami simpulkan sebagai berikut :
  • Sesungguhnya bertanya dengan pertanyaan : “Dimana Allah ?, disyariatkan dan penanya telah mengikuti Rasulullah SAW.
  • Wajib menjawab : “Sesungguhnya Allah di atas langit atau di atas‘Arsy”. Karena yang dimaksud di atas langit adalah di atas ‘Arsy. Jawaban ini membuktikan keimanannya sebagai mu’min atau mu’minah. Sebagaimana Nabi SAW, telah menyatakan keimanan budak perempuan, karena jawabannya : Allah di atas langit !.
  • Wajib mengi’tiqadkan sesungguhnya Allah di atas langit, yakni di atas‘Arsy-Nya.
  • Barangsiapa yang mengingkari wujud Allah di atas langit, maka sesungguhnya ia telah kafir.
  • Barangsiapa yang tidak membolehkan bertanya : Dimana Allah ? maka sesungguhnya ia telah menjadikan dirinya lebih pandai dari Rasulullah SAW, bahkan lebih pandai dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Na’udzu billah.
  • Barangsiapa yang tidak menjawab : Sesungguhnya Allah di atas langit, maka bukanlah ia seorang mukmin atau mukminah.
  • Barangsiapa yang mempunyai iti’qad bahwa bertanya :”Dimana Allah ?” akan menyerupakan Allah dengan mahluk-nya, maka sesunguhnya ia telah menuduh Rasulullah SAW jahil/bodoh !. Na’udzu billah !
  • Barangsiapa yang mempunyai iti’qad bahwa Allah berada dimana-mana tempat, maka sesunguhnya ia telah kafir.
  • Barangsiapa yang tidak mengetahui dimana Tuhannya, maka bukankah ia penyembah Allah ‘Azza wa Jalla, tetapi ia menyembah kepada “sesuatu yang tidak ada”.
  • Ketahuilah ! Bahwa sesunguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala di ataslangit, yakni di atas ‘Arsy-Nya di atas sekalian mahluk-Nya, telah setuju dengan dalil naqli dan aqli serta fitrah manusia. Adapun dalil naqli, telah datang berpuluh ayat Al-Qur’an dan hadits yang mencapai derajat mutawatir. Demikian juga keterangan Imam-imam dan Ulama-ulama Islam, bahkan telah terjadi ijma’ diantara mereka kecuali kaum ahlul bid’ah. Sedangkan dalil aqli yang sederhanapun akan menolak jika dikatakan bahwa Allah berada di segala tempat !. Adapun fitrah manusia, maka lihatlah jika manusia -baik muslim atau kafir- berdo’a khususnya apabila mereka terkena musibah, mereka angkat kepala-kepala mereka ke langit sambil mengucapkan ‘Ya … Tuhan..!. Manusia dengan fitrahnya mengetahui bahwa penciptanya berada di tempat yang tinggi, di atassekalian mahluk-Nya yakni di atas ‘Arsy-Nya. Bahkan fitrah ini terdapat juga pada hewan dan tidak ada yang mengingkari fitrah ini kecuali orangyang telah rusak fitrahnya.Tambahan
    Sebagian ikhwan telah bertanya kepada saya tentang ayat :
    Artinya :
    “Dan Dia-lah Allah di langit dan di bumi, Dia mengetahui rahasia kamu dan yang kamu nyatakan, dan Dia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan “.
    Saya jawab : Ahli tafsir telah sepakat sebagaimana dinukil Imam Ibnu Katsir mengingkari kaum Jahmiyyah yang membawakan ayat ini untuk mengatakan :
    “Innahu Fii Qulli Makaan”
    “Sesungguhnya Ia berada di tiap-tiap tempat !”.
    Maha Suci Allah dari perkataan kaum Jahmiyyah ini !
    Adapun maksud ayat ini ialah :
  • Dialah yang dipanggil Allah di langit dan di bumi.
  • Yakni : Dialah yang disembah dan ditauhidkan dan ditetapkan bagi-Nya Ilaahiyyah oleh mahluk yang di langit dan mahluk yang di bumi, kecuali mereka yang kafir dari golongan Jin dan manusia.Ayat tersebut seperti juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
    Artinya :
    “Dan Dia-lah yang di langit Tuhan, dan di bumi Tuhan, dan Dia Maha Bijaksana Maha mengetahui”.
    Yakni : Dia-lah Allah Tuhan bagi mahluk yang di langit dan bagi mahluk yang di bumi dan Ia disembah oleh penghuni keduanya. .
    Bukanlah dua ayat di atas maksudnya : Allah ada di langit dan di bumi atau berada di segala tempat!.
    Sebagaimana ta’wilnya kaum Jahmiyyah dan yang sepaham dengan mereka. Atau perkataan orang-orang yang “diam” Tidak tahu Allah ada di mana !.
    Mereka selain telah menyalahi ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi serta keterangan para sahabat dan Imam-imam Islam seluruhnya, juga bodoh terhadap bahasa Arab yang dengan bahasa Arab yang terang Al-Quran ini diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
    Imam Abu Abdillah Al-Muhasiby dalam keterangan ayat di atas menerangkan : “Yakni Tuhan bagi penduduk langit dan Tuhan bagi penduduk bumi. Dan yang demikian terdapat di dalam bahasa, engkau berkata : “Si Fulan penguasa di Khirasan, dan di Balkh, dan di Samarqand”,
    padahal ia berada di satu tempat”. Yakni : Tidak berarti ia berada di tiga tempat meskipun ia menguasai ketiga negeri tersebut. Kalau dalam bahasa Indonesia, umpamanya kita berkata “Si Fulan penguasa di Jakarta, dan penguasa di Bogor, dan penguasa di Bandung”. Sedangkan ia berada di satu tempat.
    Bagi Allah ada perumpamaan/misal yang lebih tinggi .
    Adapun orang yang “diam” dengan mengatakan : “Kami tidak tahu Dzat Allah di atas ‘Arsy atau di bumi”, mereka ini adalah orang-orang yang telah memelihara kebodohan !. Allah Rabbul ‘Alamin telah sifatkan diri-Nya dengan sifat-sifat ini, yang salah satunya bahwa Ia istiwaa di atas ‘Arsy-Nya supaya kita mengetahui dan menetapkannya. Oleh karena itu “diam” darinya dengan ucapan “kita tidak tahu” nyata telah berpaling dari maksud Allah. Pantaslah kalau Abu Hanifah mengkafirkan orang yang berfaham demikian,
    sama seperti orang yang menta’wilnya.
  • 0 reply:

    Copyright 2012 Islam Agamaku
    Islam Agamaku Free Premium Blogger™ template by Muhammad Akram