Banyak di kalangan orang-orang yang benci kepada Islam mengatakan bahwa Islam adalah agamanya orang ‘Arab atau tradi- sinya orang ‘Arab. Anggapan mereka didasari bahwa Islam datang dari tanah ‘Arab, kitab sucinya berbahasa ‘Arab, bahkan kebanyakan ritualnya pun berbahasa ‘Arab. Dengan berlandaskan ini, sebahagian dari mereka menyeru kaum muslimin untuk kembali kepada ajaran animisme dan dinamisme yang mereka sebut dengan kejawen yang dianggap sebagai agama asli orang tanah jawa.
Sesungguhnya agama Islam bukanlah tradisi bangsa ‘Arab, namun Islam adalah agama yang universal untuk seluruh penduduk bumi, sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
“Tidaklah Kami mengutusmu kecuali kepada seluruh manusia sebagai pemberi khabar gembira dan pemberi peringatan, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” ( Qs. Saba’ : 28 )
Rasulullah r bersabda :
بُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّة
“Aku diutus kepada manusia seluruhnya.”
( HR. Ahmad dan Al-Bukhori )
Oleh kerana itu Rasulullah r sering disebut oleh orang-orang kafir Quraisy sebagai penentang tradisi nenek moyang, sebagaimana disebutkan kisahnya dalam Al-Qur’an :
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
“Sesungguhnya bila dikatakan kepada mereka : ” Tidak ada yang berhak disembah selain Allah “, mereka menyombongkan diri dan berkata : “Apakah kita mesti meninggalkan sesembahan nenek moyang kita hanya kerana seorang penya’ir yang gila ?”
( Qs. Ash-Shoffat : 35 – 36 )
Hal ini kerana dalam tradisi ‘Arab yang berlaku ketika itu adalah tradisi penyembahan kepada berhala. Itulah tradisi paganisme atau berhalaisme yang kemudian dihapus oleh Islam.
Selain itu dalam tradisi mereka juga mengenal haiwan-haiwan ba-hiroh, saaibah, washiilah dan ham, sebagaimana firman Allah :
مَا جَعَلَ اللّهُ مِن بَحِيرَةٍ وَلاَ سَآئِبَةٍ وَلاَ وَصِيلَةٍ وَلاَ حَامٍ وَلَـكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ
“Alloh sekali-kali tidak pernah mensyari’atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak berfikir.” ( Qs. Al-Maidah : 103 )
Bahirah yaitu unta betina yang telah beranak 5x dan anak kelima-nya jantan, lalu unta betinanya dibelah telinganya dan dilepaskan, tidak boleh ditunggangi dan tidak boleh diambil air susunya.
Saaibah yaitu unta betina yang dilepaskan kerana suatu nadzar.
Washiilah yaitu seekor domba betina yang melahirkan anak kembar jantan dan betina, maka anak yang jantan disebut washiilah, tidak boleh disembelih dan diserahkan kepada berhala.
Haam yaitu unta jantan yang tidak boleh diganggu karena telah membuntingi unta betina sebanyak 10x.
Tradisi bangsa ‘Arab semacam itu juga dihapus oleh agama Islam.
Tradisi bangsa ‘Arab lainnya yaitu tradisi bersumpah dan mengundi nasib dengan anak panah, yaitu mereka biasa meminta pertimbangan kepada berhala-berhalanya bila hendak melaksanakan suatu hajat atau keperluan. Setelah bersumpah dan memberikan persembahan qurban kepada berhala mereka pun mengundi beberapa anak panah yang terdapat tulisan di sana. Lalu mereka menyandarkan keputusannya dengan hasil undian tersebut. Tradisi semacam ini diingkari dan dilenyapkan oleh Islam, sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالأَزْلامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ
“Dan mereka bersumpah dengan anak panah, yang demikian itu adalah ke-fasiq-an.” ( Qs. Al-Maidah : 3 )
Dalam ritual hajinya, mereka memiliki tradisi yaitu tidak wuquf di ‘Arafah, namun di Muzdalifah. Demikian pula ketika me-reka berhaji mereka tidak mau masuk ke rumah-rumahnya yang ada di Mekkah melalui pintu-pintu yang ada, namun malah mencari jalan masuk yang tidak lazim. Ini pun di antara tradisi yang dihapus oleh Islam, sebagaimana firman Allah ta’ala :
ثُمَّ أَفِيضُواْ مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ( yaitu ‘Arofah ) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
( Qs. Al-Baqarah : 199 )
وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا
“Bukanlah kebajikan bila memasuki rumah dari arah belakangnya, tetapi kebajikan adalah orang yang bertaqwa, dan masuklah rumah dari pintu-pintunya !” ( Qs. Al-Baqoroh : 189 )
Di antara tradisi bangsa ‘Arab ketika itu yaitu melakukan solat dengan tepukan dan siulan, sebagaimana firman Alloh :
وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ
“Sembahyang mereka di sekitar Baitulloh itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan keka firanmu itu !” ( Qs. Al-Anfal : 35 )
Bahkan ada yang tawaf dengan keadaan telanjang, dengan alasan pakaian yang mereka kenakan adalah biasa untuk melakukan dosa sehingga mereka ingin beribadah tanpa mengenakannya. Semua itu adalah tradisi bangsa ‘Arab yang kemudian dihapus oleh Islam.
Demikian pula tradisi sebagian suku ‘Arab yang membunuh dengan mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka, kerana mereka merasa malu bila memiliki anak perempuan. Ini juga tradi-si yang ditentang dan kemudian dilenyapkan oleh Islam.
Dan berbagai tradisi bangsa ‘Arab yang lain yang kemudian dihapus oleh kedatangan Islam. Sehingga agama Islam bukanlah tradisi bangsa ‘Arab sebagaimana dituduhkan oleh sebagian kalangan. Seandainya Islam memang tradisi ‘Arab pasti Islam masih melegalkan berbagai tradisi yang sebagiannya telah kami sebutkan di atas. Oleh karena itu ketika Abu Talib sedang mendekati ajalnya, Rasul datang menemuinya dan mengajaknya masuk Islam, namun para pembesar Quraisy seperti Abu Jahal dan ‘Abdullah bin Umayyah berkata kepada Abu Talib :
يَا أَبَا طَالِبٍ تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ
“Hai Abu Talib, apakah kamu benci dengan agamanya ‘Abdul-Mutallib ?!” ( HR. Al-Bukhari dan Muslim )
Karena provokasi dari Abu Jahal dan ‘Abdullah bin ‘Umayyah akhirnya Abu Tholib berkata kepada Rasulullah r :
لَوْلا أَنْ تُعَيِّرَنِي قُرَيْشٌ يَقُولُونَ إِنَّمَا حَمَلَهُ عَلَى ذَلِكَ الْجَزَعُ لأَقْرَرْتُ بِهَا عَيْنَكَ
“Seandainya tidak karena bangsa Quraisy akan mencelaku dengan mengatakan : “Yang membawanya kepada hal itu adalah kegelisahan hatinya”, pasti aku telah mengikrarkannya di hadapanmu.”
( HR. Muslim )
Ada pun Al-Qur’an berbahasa ‘Arab adalah karena Al-Qur-’an adalah kitab yang paling sempurna maka mesti menggunakan bahasa yang paling sempurna yaitu bahasa ‘Arab. Karena bahasa ‘Arab adalah bahasa yang fonemis, di mana perbedaan panjang dan pendeknya bacaan akan mempengaruhi makna. Bila demikian ma-ka akan semakin menguatkan keaslian Al-Qur’an kerana sejak dari awal turun hingga sekarang tidak mengalami perubahan apa pun.

0 reply:

Copyright 2012 Islam Agamaku
Islam Agamaku Free Premium Blogger™ template by Muhammad Akram