Seluruh ’ulama Ahlus Sunnah wal-Jama’ah sepakat bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah dan bukan makhluk. Bahkan mereka semua sepakat bahawa siapa saja yang mengatakan Al-Qur’an itu makhluk maka dia kafir. Berkata Al-Imam Abu-Hasan Al-Asy’ari rohimahullah : “Dan orang yang mengatakan : “Al-Qur’an bukan makhluk,” dan orang yang mengatakan : “Barangsiapa yang memakhluqkannya adalah kafir,” dari kalangan para ‘ulama dan pembawa atsar dan hadiths tidak terhitung banyaknya, di antara mereka : Al-Hamdan, Ats-Tsauri, Abdul-‘Aziz bin ‘Abi Salamah, Malik bin Anas, Asy-Syafi’i dan para pengikutnya, Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Al-Laits bin Sa’d, Sufyan bin ‘Uyainah, Hi-syam, ‘Isa bin Yunus, Hafsh bin Ghiyats, Sa’id bin ‘Amir, Abdur-Roh-man bin Mahdi, Abu Bakar bin ‘Iyasy, Waki’, Abu ‘Ashim An-Nabil, Ya’la bin ‘Ubaid, Muhammad bin Yusuf, Bisyr bin Al-Mufadhdhul, ‘Ab-dulloh bin Dawud, Salam bin Abi Muthi’, Ibnul-Mubarok, ‘Ali bin ‘As-him, Ahmad bin Yunus, Abu Nu’aim, Qobishoh bin ‘Uqbah, Sulaiman bin Dawud, Abu ‘Ubaid Al-Qoshim bin Salam, Yazid bin Harun dan lain lainnya. Seandainya kami sebutkan satu-persatu orang yang mengatakannya maka akan sangat panjang pembicaraan menyebutkan mereka, dan pada apa yang telah kami sebutkan maka itu sudah mencukupi, walham-dulillah Robbil ‘Aalamiin.” Al-Qur’an adalah firman Allah ta’ala, dan firman Allah adalah sifat Allah. Sifat bukan sesuatu di luar dari dzatnya dan bukan pula jati diri dari dzatnya, kerana sifat adalah sesuatu yang merupakan keharusan dari sesuatu itu yang tidak mungkin dipisahkan dari dzatnya meskipun ia bukan diri dari dzatnya. Seperti sifat bisu atau tuli adalah sesuatu yang melekat pada diri orang yang bersangkutan, namun ia bukan dzat orang terse- but dan bukan pula sesuatu di luar dzatnya. Demikian pula sifat Allah, ia bukan diri dari Dzat Allah dan bukan pula sesuatu di luar dzat Allah. Sehingga sifat Allah bukan makhluk meskipun juga bukan dzat Allah.Dan firman Allah itu adalah Al-Qur’an yang kita baca, yang kita tulis, yang kita hafalkan yang berupa huruf-huruf yang berbahasa ‘arab, sebagaimana firman Allah ta’ala :وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللّهِ“Bila ada seorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu maka lindungilah ia hingga ia mendengar firman Allah.”( Qs. At-Taubah : 6 )Firman Alloh yang dimaksud ayat di atas adalah bacaan Al-Qur’an Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Maka firman Allah yang dibaca dan ditulis, itulah sifat Allah dan bukan makhluk. Walaupun demikian, suara kita, pena, tinta dan kertas kita adalah makhluk, sebagai-mana firman Alloh ta’ala :إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ“Sesungguhnya ( Al-Qur’an ) itu adalah ucapan utusan yang mulia ( yaitu Malaikat Jibril.” ( Qs. At-Takwir : 19 )namun lafazh Al-Qur’annya yang dibaca tetap firman Allah ta’ala dan bukan makhluk, kerana setiap ucapan mesti disandarkan kepada siapa yang pertama kali mengatakannya.Demikianlah ‘aqidah seluruh imam Ahlus Sunnah wal-Jama’ah, tidak ada perselisihan dalam hal ini. Adapun munculnya penyimpangan da lam masalah ini berawal dari Ja’d bin Dirham yang mencetuskan idea ka-fir “Al-Qur’an makhluk” yang kemudian dipopularkan oleh Al-Jahm bin Sofwan, sehingga dikenal sebagai pemahaman Jahmiyyah. Pemahaman ini diadobsi oleh aliran Mu’tazilah dan beberapa kalangan kaum rasiona-lis pemuja akal lainnya, seperti Jama’ah Isa Bugis ( Isbug ) dan lain-lain-nya. Bahkan sebagian kelompok ini dengan beraninya menginjak-injak mushhaf Al-Qur’an dengan alasan mereka menginjak-injak kertas !!!Di sisi lain, muncul kebalikan dari pemahaman Jahmiyyah, yaitu pemahaman yang meyakini bahwa Al-Qur’an itu tuhan atau memiliki si-fat ketuhanan. Bahkan mereka pun mengkeramatkan tulisan-tulisan Al-Qur’an dan meyakininya berhak untuk dipuja.Bentuk yang banyak kita jumpai di tengah masyarakat kita dari amalan pemujaan terhadap Al-Qur’an adalah pemasangan ayat-ayat Al-Qur’an di dinding-dinding rumah dengan keyakinan mampu menolak ma suknya jin setan ke dalam rumah. Padahal amalan ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya.Bentuk lainnya yaitu keyakinan bahwa untuk mendapatkan anak yang gagah seseorang mesti membaca surat Yusuf, dan untuk mendapat anak yang cantik seseorang perlu membaca surat Maryam. Seakan surat yang mereka baca mampu mengabulkan permohonan mereka.Bahkan ada sebagian kesesatan lainnya yang mengatakan bahwa untuk bisa bertemu jin atau raja jin maka bias dilakukan dengan membaca surat Al-Jin di tengah malam dalam keadaan gelap. Ada pula keyakinan sebagian orang bodoh yang meyakini bahwa surat Yusuf bisa dipergunakan untuk menggaet wanita.Ada sebagian kyai sesat yang mengajarkan membaca ayat-ayat tertentu dengan cara-cara tertentu untuk mendapatkan beberapa tujuan yang dikehendaki, seperti untuk mencelakai orang, supaya kebal dan lain-lain.Di antara bentuk-bentuk pemujaan terhadap Al-Qur’an yaitu me-yakini keampunan kitab Qur’an Istambul yang berukuran supermini seba gai jimat, tolak bala dan sebagainya.Yang demikian itu adalah kesesatan yang nyata meskipun dike-mas dengan gaya yang sangat Islami. Bagi kalangan awam yang buta de-ngan pengetahuan agama dan ‘aqidah Islam, maka segala macam bualan dan omong-kosong ini akan ditelan mentah-mentah. Padahal Al-Qur’an meskipun bukan makhluk, namun ia bukan dzat Allah. Yang pantas dan layak kita mintai hanyalah Allah ‘azza wa jalla.Ketika seseorang meruqyah, yaitu mengobati suatu penyakit atau gangguan jin dengan bacaan Al-Qur’an, ia pun tetap memohon kepada Allah, karena bacaan Al-Qur’an yang dia baca tidak mampu memberikan dampak apa pun kecuali dengan izin Allah. Sehingga termasuk kesalahan yang sangat fatal yaitu melakukan ruqyah dengan kaset, karena meyakini bahwa suara bacaan Al-Qur’an di dalam kaset mampu mengusir jin dan sebagainya berarti meyakini bahwa pita kaset dan suara yang dikeluarkan nya mampu melakukan sesuatu tanpa perkenan dari Allah. Bukankah ka-set tidak mungkin meminta kepada Allah karena ia benda mati ???

0 reply:

Copyright 2012 Islam Agamaku
Islam Agamaku Free Premium Blogger™ template by Muhammad Akram